Padi gogo merupakan padi yang ditanam di lahan kering. Ia populer sebagai padi ladang lantaran mayoritas ditanam di ladang, bukan di sawah. Sumber air untuk pertumbuhan padi gogo sangat bergantung pada curah hujan.

Sejarah perjalanan padi gogo di tanahair tidak mulus-mulus amat. Ia sempat dipandang sebelah mata lantaran produktivitas rendah, paling pol 2-3 ton/ha serta bermutu beras jelek. Selama ini beras padi gogo yang ditanam pera sehingga kurang disukai konsumen. Padahal, sesungguhnya budidaya padi gogo bisa menjadi alternatif ketahanan pangan nasional lantaran banyak lahan padi sawah terkonversi menjadi lahan nonpertanian

Saat ini marak pengembangan padi gogo. Sejumlah varietas padi gogo unggul sudah dirilis. Padi-padi gogo itu berproduksi tinggi, rata-rata mencapai 4,5-6 ton/ha. Bahkan soal citarasa tidak kalah dibandingkan padi sawah, yakni pulen serta beraroma harum.

Sejumlah institusi seperti universitas serta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah merilis padi gogo unggul seperti IPB G9, Unsoed Parimas, Inpago 12, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Limboto, Rindang 1 Agritan, serta Rindang 2 Agritan. Dua varietas yang disebut terakhir mempunyai keistimewaan, yakni toleran naungan serta tahan rebah dengan masa budidaya sekitar 113 hari.

Supaya produksi padi gogo tinggi memang perlu budidaya intensif. Contoh, sebelum ditanam, lahan perlu dibajak lantas dibenamkan pupuk kandang sekitar 5 ton/ha. Setelah itu selang sepekan, penanaman bisa dilakukan dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm. Setiap lubang tanam diisi 3-5 benih padi.

Sekitar 11-12 hari pascatanam, taburkan 200 kg pupuk NPK/ha. Berselang 26-27 hari taburkan lagi 100 kg pupuk NPK/ha. Saat tanaman padi gogo menginjak umur 56 hari, taburkan pupuk Urea 100 kg/ha. Rata-rata padi gogo siap panen saat 85% bulir padi terlihat menguning atau sekitar 110-113 hari.